Mengantarkan anak negeri mengukir prestasi...

Rabu, 02 Februari 2011

Catatan Jam 10.15

Catatan Jam 10.15 edisi Maret 2010


Kami Sekolah Oke

Pagi begitu cerah, anak-anak bersemangat dalam belajar. Ketika terdengar bel jam 7.15, hanya beberapa anak kelihatan tergesa memasuki kelasnya masing-masing. Karena yang lain sudah di kelas semua.

Satu dua siswa berlari dari tempat parkir untuk bisa mencapai kelas sebelum batas terlambat melintas. Atau mereka harus mendapat selembar kertas dari guru piket yang bertugas.. kalau ini benar-benar terjadi berarti dia adalah siswa-siswa yang malas. Sungguh memelas.

Bapak ibu guru segera menyebar menuju kelasnya. Di sana anak-anak telah siap menerima pelajaran. Dengan baju, meja kursi, dan tatanan sekitar kelas yang rapi jali, siap dengan otak dan pikiran lapang menerima pelajaran, siap dengan hati ikhlas menerima perubahan, siap dengan perut dan fisik prima karena sudah sarapan, siap mengacungkan jari untuk bertanya dan siap melangkah ke depan untuk menjawab pertanyaan. Benar-benar siap.

Tidak ada yang masih menyapu kelas, tidak terlihat debu yang masih menari karena tergesa disapu, tidak ada papan tulis yang kotor, tidak ada yang masih memakai jaket, tidak ada yang berani membawa hape, tidak ada yang lupa bikin pe-er, apalagi salah seragam, pokoknya tidak ada yang coba-coba melanggar ketertiban. Dengan kesadaran penuh semua dilaksanakan dengan baik karena nantinya mereka adalah calon-calon presiden. By the way, anak-anak kami memang jempolan.

Memasuki jam pertama kelas langsung membara bagai tumpahan bensin tersulut kobaran api. Bapak-ibu guru harus siap menerima berondongan pertanyaan siswa-siswinya. Siswa telah mengkatamkan LKS sebelum LKSnya sendiri dibagikan. Hebat! Benar-benar hebat. Kini yang mereka tanyakan adalah beberapa pertanyaan pengembangan lain yang komplek dan berbelit. Mereka mendapatkannya dari buku-buku paket dan koran di perpus, mereka juga menjelajah internet hingga ke ruang angkasa, apalagi selama di rumah, hape jadi kalung di leher. Sambil menggembala dan bertenggger di punggung si Kliwon, sapi ayahnya, maka online... dan hanya online passwordnya.

Segala istilah baru dalam buku dicari disana, dikerjakan semua soal dan dipahami analisisnya. Kalau jawabannya masih lucu, maka dia akan ‘mengunjungi’ situs temannya di SMA Kabupaten atau di Jakarta sekalian biar nanti bila ada diskusi di kelas dia tidak akan dipermalukan. Karena teman-temannya yang lain pasti juga sudah bertanya pada Lintang atau Arai. Ck..ck..ck. Bahkan ada yang bertanya langsung pada teman-teman Senior Hign School-nya di luar negeri sana. Memang harus begitu. Karena kalau sampai dipermalukan mereka akan menanggungnya sampai tujuh turunan. Wah, gak sempat kemana-mana, dong.. Iya. Belum lagi satu dua yang lain bertanya pada pemilik dan sopir UFO. Kalau dia tidak siap bisa digilas, nantinya.

Bapak dan ibu guru tinggal memberi penilaian saja. 8, 9 dan 10, lha gimana, wong jempolan semua.

Menuju pergantian jam, segalanya serba cepat. Bapak ibu guru berseliweran mencari kelas selanjutnya. Anak-anak segera membagi diri, yang piket: dua di papan tulis, dua menyapu ulang kertas bekas coretan hasil latihan, dua menata ulang meja guru karena tadi berserakan saat pak dan bu guru mengemas laptop. Yang lain bergegas memasukkan hasil kesimpulan pada jam pertama dan kembali bersiap mengadakan serangan untuk mata pelajaran selanjutnya. Semua selesai dalam lima menit!!

Bila satu detik saja pak dan bu guru belum hadir, maka dua petugas siap mengawal guru di kanan dan kirinya, diaturi ke kelas.

Selanjutnya pelajaran berlangsung tak jauh seperti jam pertama tadi dan biasanya lebih panas. Karena sudah pemanasan pada jam pertama. Semakin siang, serangan pada guru semakin gencar. Peluru pertanyaan kaliber 34, diganti kaliber 47 dan seterusnya hingga bayonet, rudal dan bom pertanyaan.

Tak ada satupun siswa yang tidak bertanya. Tidak mengajukan pertanyaan pada guru berarti nanti pas istirahat harus mentraktir teman-temanya makan siang di kantin. Jadi kalau tidak mau tekor, memang harus belazaar. Bila dalam seminggu kedapatan 3 kali tidak bertanya, maka biaya studi wisata sekolah dia yang bayar. Gimana nggak kapok??!!

Inilah tiap pagi di sekolah kami. Kami ingin menunjukkan pada dunia bahwa kami eksis. Kami benar-benar mencintai bapak ibu di rumah. Kami benar-benar akan meraih cita-cita kami merambah altar universitas terkemuka di Sorborne layaknya Arai dan Lintang.

Karena mereka bisa, maka kami juga bisa. Ini akan jadi kenyataan !!

Oleh : Anin Saptantri, S.Kom

www.smanegerikerjo.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar